← Back to portfolio
Published on

Lianne Widjaja: Menjadi Pemimpin, Menjadi Ibu Bagi Semua

Read more: https://mailchi.mp/sintesagrou...

B
agi Ibu Lianne, bekerja adalah selayaknya hobi. "Di weekdays terutama, pikiran saya nggak pernah berhenti. Pasti masih mesti mikirin kerjaan," ujarnya. Waktu di luar jam kerja ialah kesempatannya untuk mencari solusi atau ide inovasi bagi pengembangan di tempat kerja.

Sementara itu, weekend menjadi waktu bagi perempuan kelahiran Jakarta, 16 September 1966 ini untuk berolahraga, yang tak jarang juga menjadi kesempatan baginya untuk bonding dengan para staf. "Saya cycling, ngegowes. [Kadang] saya pergi sama tim saya juga," tuturnya. "Saya berusaha untuk dekat dengan mereka, at least supaya nggak ada jarak antara saya dengan mereka." Beliau mengakui, ia kerap menggunakan pendekatan yang santai agar anggota timnya lebih terbuka, misalnya dengan mengajak makan bersama, olahraga, atau pun sekadar ngobrol. "Kelihatan mereka jadi lebih berani ngomong. Berani menguntarkan sesuatu," ujarnya.


Memandang secara Lebih Holistik


Perjalanan Ibu Lianne menjadi pemimpin tidak berlangsung instan. Beliau mulai sebagai treasury manager di Tigaraksa tahun 1993. Ia lalu diangkat sebagai branch controller yang ditempatkan di berbagai cabang perusahaan. "Pernah handle juga logistic atau supply chain. Kemudian pernah juga building management. Hampir semua yang posisi non-sales saya pegang, termasuk IT, finance, accounting," kenangnya.

Namun, salah satu tantangan terbesar dalam karir beliau ialah saat ia dipercayakan menjadi SAP project manager di tahun 2003. Kala itu, Tigaraksa berencana menerapkan perubahan sistem lama menjadi integrated system. Ibu Lianne dan tim harus melalui jadwal yang sangat ketat dan menuntut untuk lembur nyaris setiap hari selama 7 bulan. Meski tidak mudah, proyek itu ternyata sukses besar.

"Saya harus belajar IT (information technology), harus belajar memimpin orang-orang dari banyak background berbeda," tuturnya. Pengalaman ini menjadi bekal Ibu Lianne memimpin Tigaraksa dengan lebih holistik. "Setiap kali ada permasalahan atau ada tantangan, saya tahu ini nanti ini dampaknya ke mana, itu dampaknya ke mana... Kalau ada challenge atau ada sesuatu yang sebenarnya mudah tapi dipersulit, itu saya tahu. Saya tahu persis karena sudah sudah ikutin semua."


Nilai Plus Pemimpin Perempuan

Perjalanan Ibu Lianne menjadi cerminan bagaimana perempuan dapat membuktikan diri menjadi pekerja serta pemimpin yang berkualitas. Menurut beliau, perempuan justru memiliki keunikan tersendiri, seperti memiliki kemampuan multi-tasking, lebih teliti, bahkan tidak sedikit pula yang lebih militan ketimbang pria. Beliau pun menyaksikan bagaimana perempuan di posisi pimpinan biasanya lebih berkomitmen kuat.

Di samping sifat-sifat tersebut, ia juga menilai bahwa perempuan umumnya punya sifat keibuan yang menjadi nilai plus dalam memimpin. "Bukan hanya figur leader-nya saja, tapi figur keibuannya itu juga dilihat. Jadi arah memimpinnya agak berbeda," terangnya.

Ibu Lianne sendiri selalu berusaha menjadi seorang ibu bagi karyawannya. "Bagaimana men-develop mereka, seperti anak sendiri. Bagaimana karyawan saya bisa menjadi orang yang berhasil, sukses. Jadi punya kebanggaan sendiri," terangnya. "This is the beauty of the leadership of women. "

Beliau pun menuturkan, demi mencapai kesetaraan di tempat kerja, PT Tigaraksa Satria menerapkan kebijakan untuk mendukung produktivitas perempuan seperti penyediaan ruang laktasi. Selain itu, tidak ada pembatasan jumlah karyawan laki-laki maupun perempuan di Tigaraksa, meski rata-rata yang melamar memang lebih banyak laki-laki, khususnya di posisi sales. "Saya mau diberi kesempatan seluas-luasnya untuk wanita," tuturnya. (*)